SHARE

Cendikiawan Muslim, Azyumardi Azra (istimewa)

CARAPANDANG.COM – Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra turut mengomentari terkait adanya laporan dari Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB) yang menyebutkan bahwa Din Syamsuddin seorang radikal, anti-Pancasila dan anti NKRI kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN).

Menurut Azra, itu jelas mengada-ada dan sangat absurd. Menurut dia, Din Syamsuddin adalah salah satu guru ebsar terkemuka di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

“Adalah absurd, tidak masuk akal jika Prof Din Syamsuddin dilaporkan sebagai radikal,” kata cendekiawan muslim, Azyumardi Azra.

Menurut Azra hingga saat ini, Din juga memberikan banyak kontribusi bukan hanya pada UIN Jakarta, tapi juga  Muhammadiyah dan negara-bangsa Indonesia dengan mensosialisasikan pentingnya dialog dan perdamaian untuk membangun peradaban dunia yang lebih adil.

“Prof Din sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama antar-Peradaban dan saya melaksanakan Konsultasi Tingkat Tinggi tahun 2019 di Bogor untuk konsolidasi dan penyebaran Wasathiyah Islam. Dengan Wasathiyah Islam yang menjadi karakter Islam Indonesia ke dunia global, Islam dapat terwujud sebagai rahmatan lil ‘alamin. Islam yang damai yang kontributif untuk kemajuan peradaban,” jelas Azra.

Azra mengatakan bahwa mengenal Din Syamsuddin dengan segala kiprahnya sejak masa mahasiswa karena satu angkatan masuk IAIN Jakarta di tahun 1976.

Azra pun mengimbau agar GAR ITB menarik laporannya. Jika ada konflik kepentingan terkait dengan posisi Din Syamsuddin sebagai anggota MWA ITB sebaiknya diselesaikan secara baik-baik di lingkungan almamater-sivitas akademika dengan semangat perguruan tinggi yang berdasarkan obyektivitas dan kolegialitas.

Lebih jauh lagi, ajak Azra, sikap kritis Din Syamsuddin kepada pemerintahan Presiden Jokowi tidak disikapi lingkungan perguruan tinggi secara kontra-produktif dan divisif. Dan kelompok yang mengatasnamakan sebagai kelompok alumni sepatutnya menempuh cara-cara yang tidak menimbulkan perpecahan dan konflik dalam masyarakat.

“Pada saat yang sama pimpinan KASN dan Kementerian Agama hendaknya dapat menilai masalah ini secara obyektif dan adil. Dengan begitu dapat diciptakan suasana kepegawaian yang lebih kondusif terkait isu sosial-politik,” demikian Azra.