SHARE

Anggota DPR RI Sukamta

CARAPANDANG.COM - Pemerintah harus serius menangani gangguan keamanan dan ketertiban (kamtibmas) di Papua yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB).  Keseriusan ini penting untuk dilakukan agar  tidak ada lagi warga sipil dan aparat TNI-Polri yang menjadi korban.

Permintaan ini disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Sukamta  di Jakarta, Senin (25/1). 

Sukamta menyampaikan hal tersebut merespon tewasnya dua prajurit TNI dari Yonif R 400/BR yaitu Pratu Roy Vebrianto dan Pratu Dedi Hamdani dalam baku tembak dengan KKB di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Jumat (22/1).

Sukamta mengatakan masih adanya korban jiwa yang meninggal dari pihak TNI ini memperlihatkan pemerintah seolah-seolah membiarkan. Dia memberikan contoh misalnya pada  November 2020 ada 1 personel TNI gugur.

"Kemudian masih di bulan ini ada 1 lagi yang gugur. Ini menunjukkan intensitas gangguan kamtibmas yang masih tinggi di Papua, semestinya ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-POLRI dan juga warga sipil," ujarnya. 

Politisi PKS ini menilai pendekatan pemerintah dalam mengatasi KKB masih terlalu lunak, sehingga kelompok separatis tersebut masih leluasa bergerak melakukan serangan kepada aparat keamanan dan warga sipil.

Sukamta juga menilai selama ini penanganan KKB terkesan setengah hati, apabila dibandingkan dengan Operasi Tinombala di Poso yang berhasil menumpas kelompok Santoso, dalam operasi tersebut pemerintah kerahkan satuan tempur yang punya reputasi andal seperti Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus secara bersamaan.

"Hal ini yang tidak terlihat dalam upaya tangani kelompok separatis di Papua. Dugaan saya pemerintah ragu-ragu dengan langkah lebih keras karena khawatir sorotan dunia internasional yang memandang masih adanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua," ujarnya.

Maka itu, dia menyarankan pemerintah melakukan langkah penyelesaian masalah di Papua secara komprehensif dengan membentuk kementerian atau badan khusus soal Papua.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu menilai kenaikan dana Otonomi Khusus sebesar 0,25 persen tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah tidak melakukan evaluasi secara total terhadap pelaksanaan otsus dan berbagai langkah yang selama ini dilakukan. "Alih-alih bisa selesaikan masalah, kenaikan anggaran bisa memperbesar peluang korupsi berjamaah. Pemerintah harus masuk pada akar masalah dan menyelesaikannya secara tuntas dan itu bisa dimulai dengan menata kelembagaan secara khusus untuk penanganan Papua," demikian Sukamta. 

Tags
SHARE