SHARE

Dr. Nurhidayat

Oleh : Nurhidayat *

CARAPANDANG.COM - Di tengah situasi yang masih tidak menentu ini masyarakat semakin mengalami kepanikan, terlebih umat Islam beberapa waktu ke depan akan menghadapi bulan Ramadhan. Sementara penyebaran Covid-19 semakin hari semakin menunjukan peningkatan data dari berbagai media saat ini berjumlah 3.293 orang positif corona, 280 meninggal dunia.  Hari ini terdapat penambahan 219 kasus baru. Sehingga totalnya menjadi 3.512 kasus. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19 ini. Terlebih kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seperti social distancing dan kebijakan lain seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diperlukan sosialisasi dan dukungan semua pihak. Utamanya adalah para pemimpin umat yang saya sebut dalam tulisan ini cendekiawan muslim. Tulisan ini mencoba mengungkap bagaimana tugas cendekiawan muslim dalam kontribusinya meminimalisir penyebaran Covid-19.

Dalam masyarakat beragama seperti Indonesia, eksistensi cendekiawan muslim sangat penting. Seorang cendekiawan muslim menurut Ali Syariati sebagai problem solver dari berbagai persoalan yang dihadapi umat saat ini yaitu bahaya penyebaran Covid-19 yang mengancam keselamatan umat. Cendekiawan muslim adalah para pemimpin umat yang bersentuhan langsung kepada umat mereka adalah guru agama, dosen,  ustaz, kyai, tuan guru, ajengan, dan sebutan lainya yang mereka dijadikan panutan dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Ali Syariati tugas pertama seorang cendekiawan adalah memberikan informasi yang mencerahkan, menenangkan dan memberikan sikap optimisme kepada umat. Jika informasi yang diterima masyarakat data-data yang menakutkan ini akan menimbulkan kepanikan dan ketakutan di tengah masyarakat. Kalau ini dibiarkan masyarakat mengalami stress yang diakibatkan mereka lama tinggal di rumah ditambah informasi yang tidak menyenangkan. Maka tugas cendekiawan muslim memberikan pemahaman dengan metode bil hikmah, mauidzah hasanah dan wajadilhum billati hiya ahsan. Dengan metode ini pemahaman umat akan pentingnya social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSB­­­B) dalam mengurangi penyebaran Covid-19 akan berhasil.

Majelis Ulama Indonesia tempat berkumpulnya cendekiawan muslim, pada tanggal 16 Maret 2020 telah mengeluarkan Fatwa No 14 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah di Tengah Wabah Covid-19. Selanjutnya tanggal 24 Maret 2020 Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah mengeluarkan Surat Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 02/EDR/1.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Dalam Kondisi Darurat Covid-19, kemudian Pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE, 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19. Semua keputusan tersebut intinya himbauan untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah dan sholat jumat dan kegiatan ramadhan di masjid.

Namun apa yang kita saksikan saat ini sebagian besar umat tidak mengindahkan edaran tersebut. Masjid masih penuh oleh jamaah yang melaksanakan shalat berjamaah dan aktifitas lainya. Fatwa sudah disampaikan namun masyarakat masih sibuk dengan kehendaknya sendiri. Kondisi ini bisa jadi disebabkan karena informasi yang disampaikan tidak dipahami secara utuh oleh umat. Oleh karenanya ini adalah tugas para cendekiawan muslim dalam memberikan informasi tersebut kepada umat.

Penyebab lainnya adalah penyebaran informasi tentang fatwa atau edaran yang dikeluarkan lembaga otoritatif tersebut disampaikan dengan komunikasi yang tidak mudah dipahami, sehingga apa yang difatwakan oleh cendekiawan muslim tidak ditaati oleh umat. Inilah yang menurut Ali Syariati kekurangan komunikasi antara umat dan cendekiawan muslim telah memisahkan dan menimbulkan hubungan yang serasi. Dibutuhkan komunikasi yang baik agar semua keputusan cendekiawan muslim ditaati umat. Ketika mewabahnya covid-19 cendekiawan muslim harus hadir menjadi uswah dan garda terdepan memberikan pemahaman tentang pentingnya memelihara atau melindungi diri hifdzu nafs dengan berdiam di rumah.

Tugas cendekiawan muslim lainya dalam meminimalisir penyebaran Covid-19 ini adalah membangkitkan dan menanamkan dalam pikiran umat sebuah sikap optimis dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi saat ini. Persoalan covid-19 telah membuat masyarakat prustasi, karena telah berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi yang meresahkan umat. Masjid yang merupakan sarana atau media umat mengadukan, menenangkan dan melupakan persoalan hidup ditutup rapat oleh fatwa, oleh sebab itulah masih banyak masjid yang melakukan shalat berjamaah dan shalat jumat.

Dalam situasi dan kondisi inilah cendekiawan muslim harus memberikan harapan dan membangkitkan semangat dalam menjalani kehidupan. Sikap optimis akan bangkit dengan solusi yang diberikan oleh seorang cendekiawan muslim. Solusi yang ditawarkan oleh cendekiawan muslim berupa informasi tentang peluang bisnis, selain solusi bersifat spiritual. Tugas cendekiawan muslim terletak dalam usahanya memberikan solusi dalam kehidupan umat yang dinamis dan penuh tantangan. 

Cendekiawan muslim dalam pandangan Ali Syariati bagaikan seorang direktur film, ia adalah direktur pengarah umat. Tetapi sayangnya cendekiawan muslim telah memisahkan diri dari umat.  Mereka memang membahas persoalan umat tetapi mereka menjaga jarak dengan umat. Sehingga ketika para cendekiawan muslim mengeluarkan fatwa, bagi sebagian umat hanya diketahui bukan ditaati. Inilah akibat dari jauhnya cendekiawan muslim dengan umat, sehingga dampaknya cendekiawan muslim tidak dapat memahami keinginan umat dan sebaliknya umat tidak memahami apa yang disampaikan oleh cendekiawan muslim.

Tugas cendikiawan muslim dalam meminimalisir penyebaran Covid-19 sangat dibutuhkan, mereka menjadi sosok menjadi contoh yang diteladani umat untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah dan shalat jumat di masjid. Dengan begitu maka mereka sudah berusaha memutus mata rantai penyebaran covid-19 sehingga hal ini bisa meminimalisir korban covid-19.

*Penulis merupakan Kaprodi Manajemen Zakat dan Wakaf Fakultas Agama Islam  Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan  Dai Ambasador Dompet Dhuafa. 

Tags
SHARE